Minggu, 23 November 2014

Mulailah Menulis :)

Bagaimana caranya untuk bisa menjadi penulis?
Menulis.

Bagaimana caranya agar bisa menulis dengan baik?
Mulailah menulis

Sesederhana itu.
***
Sore ini, saya hadir di tengah-tengah para penulis dan mengamati kegiatan para penulis itu. Kedengaran keren kan?

Mungkin kenyataannya memang tidak sekeren kedengarannya. Hari ini saya dan beberapa teman saya baru saja bergabung dalam salah satu organisasi atau klub yang gemar menulis. Forum Lingkar Pena wilayah Kota Kendari atau yang biasa dikenal dengan FLP. Ini kami lakukan untuk memulai langkah dalam menulis. Mengembangkan minat dan bakat yang mungkin kami punya.



Kebetulan, di hari pertama kami bergabung, organisasi ini mengundang salah seorang penulis yang cukup terkenal di dalam dan di luar kota, yaitu Kak Arham Rasyid atau biasa dikenal dengan nama “Arham Kendari”. Apakah saya pembawa keberuntungan?

Sayangnya tidak, karena Kak Arham sudah diundang sebelum saya memutuskan untuk masuk ke dalam organisasi ini.

Jadi, Kak Arham memaparkan kepada kami bagaimana mencari ide untuk menulis, dan seterusnya. Intinya, itu sangat menginspirasi kami, khususnya saya sendiri.
Berdasarkan pertemuan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil :

-         Setiap ide melintas dalam pikiran kita, dimana pun kita berada, segera lah tulis. Sejujurnya, saya paling sering dapat ide ketika sedang melakukan aktifitas di jamban. Tidak, saya tidak bermaksud jorok disini, tapi maksud saya, ide saya memang sering muncul di saat seperti itu, sehingga saya menyebutnya : “jamban inspirasi”. Dan saya juga tidak langsung menuliskan ide saya ditempat itu, karena saya cukup normal untuk memutuskan bahwa saya tidak perlu membawa pulpen dan kertas saat masuk ke dalam ruangan sempit itu. Saya akan menulisnya saat keluar nanti. Saya kira jelas ya, pemirsa -_-


-          Menulis tidak harus mulai dari “awal”, tapi kita bisa langsung menulis “ending”. Menulis itu bebas. Tidak ada aturan khusus. Mari kembangkan ide tulisan kita, dengan cara kita sendiri

-          Jadikan media massa dan social media sebagai salah satu sumber ide. Selain membaca buku, tulisan-tulisan orang di sosmed juga bisa jadi sumber ide tulisan. Berita-berita di media massa pun bisa kita jadikan ide, yang kemudian kita kembangkan dengan bahasa kita sendiri. Kalau saya sendiri, lebih senang mengamati hal yang ada atau terjadi di sekeliling saya, untuk kemudian dijadikan bahan tulisan. Terserah kita lah : )


-          Temukan passion kita sendiri. Kita memang bisa menjadikan tulisan orang lain sebagai contoh, tapi jangan jadikan itu sebagai ciri khas tulisan kita. Kita harus menemukan ciri khas berikut bahasa dan gaya menulis kita sendiri J

  ***

Setidaknya itulah yang saya dapatkan hari ini. Saya bertekad, saya harus bisa menulis lebih baik hari ini, besok, dan seterusnya. Insya Allah..

Saya tau, saya memang bukanlah seorang penulis hebat. Saya hanyalah seorang mahasiswa biasa, yang mau MEMULAI langkah untuk menjadi seorang penulis hebat J


Bagaimana denganmu? ^^

Rabu, 19 November 2014

Tipe Mahasiswa Berdasarkan Reaksinya Ketika Ditawari Jualan

Tulisan ini saya buat berdasarkan hasil pengamatan saya terhadap proses jual beli bazar atau jualan lain yang dibuat oleh mahasiswa untuk penggalangan dana. Pengamatan ini saya lakukan sejak setahun yang lalu, di kampus saya tercinta, FKM UHO ^^ Serta saya padukan dengan sedikit imajinasi saya J

Berikut ini adalah tipe mahasiswa, baik itu senior maupun junior, yang digolongkan berdasarkan reaksinya saat ditawari bazaar atau jualan…


1.  Tipe rasionalis
Tipe ini adalah tipe mahasiswa standar. Bila ditawarkan jualan, tipe rasionalis akan mempertimbangkan tujuan diadakannya penggalangan dana dan menyesuaikannya dengan keadaan dompetnya. Jika tujuannya sesuai dengan pemikirannya, serta harganya sesuai dengan dompetnya, ia akan membelinya.


2.  Tipe banyak Tanya
Ini adalah tipe mahasiswa yang paling menyebalkan. Contoh :

A : Eh, beli pudding kami dong..
B : Kamu jualan pudding?
A : Iya, kami lagi cari dana
B : Dana buat apa?
A : Buat bakti sosial minggu depan
B : Bakti sosialnya dimana?
A: Di panti asuhan Lepo-lepo.
B : Harganya berapa?
A : Tiga ribu
B : Oh, pudingnya rasa apa?
A : Rasa cokelat
B : Alat dan bahannya apa saja?
A : Agar-agar, gula, cokelat bubuk, susu, golok, kapak, PARANG..
B : Hah? Parang? Buat apa?
A : IYA PARANGG, BUAT KAMU!! KAMU MAUU??!!


3.  Tipe pilih kasih
Ini adalah tipe mahasiswa yang menakjubkan. Ia membeli jualan yang ditawakan berdasarkan tingkat kecantikan/kegantengan mahasiswa yang menawarkan jualan tersebut. Contoh :

Seorang mahasiswa tidak cantik datang menghampiri seorang senior yang sedang duduk sedirian.

A : Kak, mau beli pudding? <= (mahasiswa tidak cantik)
B : Tidak dek. Lagi nggak ada uang

Semenit kemudian, seorang mahasiswa cantik datang.

A : Kak, mau beli pudding? <= (mahasiswa cantik)
B : Iya mau dong dek. Berapa?
A : Tiga ribu kak
B : Wah, murah sekali.. saya beli tiga deh

Padahal mahasiswa tidak cantik yang pertama kali menawarkan jualan,, ada di belakangnya, dan mendengar semuanya. Uhuk~~


4.  Tipe musyawarah untuk mufakat
Bila ada yang menawarkan jualan, mahasiswa tipe ini terbiasa bertanya pada teman-teman di sekelilingnya, apakah ia harus membeli jualan tersebut atau tidak. Setelah bermusyawarah, dan jika hasilnya “iya”, ia pun mengumpulkan uang dari teman-temannya untuk kemudian berpatungan membeli jualan tersebut, dan menikmatinya bersama-sama

5.  Tipe kaki seribu
Ketika melihat mahasiswa yang menjual dari kejauhan, ia akan segera mengambil langkah seribu untuk lari sejauh-jauhnya. Karena hanya ada 3 yang ditakutinya di dunia ini :

1.     Tuhan
2.    Orang Tua
3.    Mahasiswa penjual

6.  Tipe curhat
Saat ditawari jualan, bukannya beli, ia malah curhat. Contoh :

A : “Dek, beli pudding kami dong”
B : “Maaf kak, saya lagi tidak ada uang. Kemarin saya habis ke toko buku. Pas keluar dari toko, saya lihat ada motor dicuri. Pencurinya kabur. Saya kasihan sama yang punya motor, dan ternyata pas saya ke parkiran, motor saya sudah tidak ada. Dan seketika saya sadar, yang dicuri tadi adalah motor saya. Sedih ya kak? Akibatnya saya pulang jalan kaki, dan terlambat sampai di rumah. Akibatnya lagi, kucing saya di rumah melahirkan tanpa pertolongan tenaga kesehatan, dan akhirnya meregang nyawa. Saya sedih sekali, Kak. Saya juga harus bayar biaya tanah kuburannya, kain kafannya… saya sudah tidak punya uang lagi, kak…”

Amazing kan pemirsa?  -_____-

7.  Tipe buka-bukaan
Mahasiswa ‘tipe buka-bukaan’ juga tidak membeli jualan yang ditawarkan. Namun, berbeda dengan mahasiswa ‘tipe curhat’, mahasiswa ‘tipe buka-bukaan’ tidak menceritakan panjang lebar alasannya tidak memiliki uang. Melainkan ia langsung memberi bukti, yaitu dengan membuka dompetnya dan memperlihatkan isinya yang tinggal selembar uang seribuan kepada si penjual. Dompetnya memang kosong.

Padahal kamu tidak tahu, bahwa di dalam tasnya, ada seikat uang seratus ribuan…

8.  Tipe sok sibuk
Mahasiswa tipe ini, saat ditawari jualan,, ia akan punya keperluan mendadak secara tiba-tiba. Contoh :

A : Kak, mau beli pudding?
B : aduuh,, maaf dek. saya buru-buru. Saya dipanggil Pak Kajur menghadap diruangannya sekarang!!

Padahal kamu tau,, sekarang pak Ketua Jurusan sedang berada di Jakarta.

Atau contoh lainnya:

A : Kak, mau beli pudding?
B : Aduh,, sori dek. Saya buru-buru. Mama saya barusan menelpon minta diantar ke pasar sekarang!!

Padahal kamu tau, mamanya tinggal di Raha -___-

***

Nah itulah beberapa tipe mahasiswa berdasarkan reaksinya saat ditawari jualan. Ada yang mau menambahkan?? :D

Just for fun yaa. Terimakasih sudah membaca ^^

Sabtu, 15 November 2014

'Kakak yang Tidak Pernah Tersenyum'

Pernah kah kamu melihat atau mengenal seseorang yang tidak pernah tersenyum? Saya pernah. Apakah kamu tertarik untuk mengetahui sebabnya mengapa ia seperti itu?

September 2013

Hari itu, di depan ruang dekan, saya dan beberapa teman kelas duduk di sana. Menunggu dosen penasehat akademik masing-masing, untuk meminta tanda tangan di lembaran KRS.

Dan itulah kali pertama saya melihatnya. Sepuluh meter di hadapan saya. Seorang laki-laki yang usianya beberapa tahun lebih tua dari saya. Dengan kemeja hitam dan sebuah tas ransel hitam. Duduk bersama teman-temannya. Entah apa yang menarik penglihatan saya untuk terus memperhatikannya.

Ada sesuatu dalam dirinya, yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Tapi apa ya?

Setengah jam berlalu, dan saya masih konsisten dengan objek yang saya amati, mengidentifikasi perbedaan apa yang dimiliki oleh kakak ini. Silih berganti, teman-temannya datang menghampirinya. Baik itu sekedar menyapa, atau bahkan duduk bercerita disampingnya. 

Dan akhirnya, saya mengerti, apa yang mengganjal sedari tadi. Kakak ini terlihat berbeda, karena wajah nya yang senantiasa tertekuk. Tanpa senyum sama sekali.

Kakak itu kenapa ya? Sakit gigi?

Tak tahan penasaran sendirian, maka saya berbisik ke dua teman dekat saya, yang selalu duduk disamping saya. Mika dan Jian.

“Eh coba lihat kakak yang itu” ucap saya sambil menunjuk ke arah sekumpulan kakak senior laki-laki.  Mika dan Jian menyipitkan matanya, mencari-cari.

“Yang kemeja hitam? Yang tampak murung?” Jian menaggapi. Nah. Tepat!

Kami mengamati bersama. Tiba-tiba, sekumpulan kakak senior di luar tertawa heboh sekali. Barangkali ada yang jatuh, atau ada yang kesandung, atau apalah, yang jelas semua yang berada disitu tertawa keras sekali.

Namun, apa yang kami lihat? Kakak yang tidak pernah tersenyum itu sama sekali tidak bergeming. Jangankan tertawa, tersenyum saja tidak. Kakak itu kenapa ya? Apakah sedang dalam masalah berat? Atau memang benar-benar sakit gigi?


 Dan selanjutnya, dalam beberapa kesempatan, kami masih sering melihatnya dengan wajahnya yang masih tanpa senyum. Kami pun menyebutnya “kakak yang tidak pernah tersenyum”

Januari 2014

Saya berjalan terburu-buru keluar dari ruangan Ketua Jurusan Kesmas, dan tanpa sengaja saya hampir menabrak seseorang. Saya terkejut dan segera menoleh untuk meminta maaf kepada orang tersebut, dan ternyata, orang yang saya tabrak itu ialah ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’.

Jika ini sinetron murahan, maka yang terjadi ialah : saya menabraknya, buku-buku yang saya bawa  berjatuhan, lalu kami sama-sama berjongkok untuk memungutinya, lalu bertatapan. Huekks -,- Namun kenyataannya, ini bukan sinetron, Sehingga yang terjadi ialah : saya hampir menabraknya, saya meminta maaf, dan ia melirik saya sekilas dengan wajah tanpa senyumnya, kemudian berlalu begitu saja. Masya Allah -___- salah saya apa pemirsa? (T.T)

Agustus 2014

Semester berganti, dan saya telah menjadi mahasiswi tingkat dua! ^^

Dalam sebuah mata kuliah,  saya ternyata sekelas sama ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’ itu. Wah, keajaiban kah? Maka, saya, Mika dan Jian pun sibuk membayangkan kemungkinan-kemungkinan jika kami berhasil berteman dengannya. Mungkin kami akan mengetahui apa yang terjadi padanya. Apakah ia sebenarnya orang yang cerewet? Apakah mungkin ia hanya ber-ackting murung? Ataukah ia memang tidak suka tersenyum? Apakah memang ternyata ia benar-benar sakit gigi selama berbulan-bulan? -____-

Ia duduk di bangku terdepan, bersama beberapa senior laki-laki lainnya. Saat itu absen tetap untuk kelas kami belum dicetak. Yah, namanya juga awal perkuliahan. Maka dosen mengedarkan sebuah kertas untuk diisi oleh mahasiswa dengan nama, stambuk, dan tanda tangannya. Semacam absen berjalan. Dari bangku depan, sampai bangku belakang. Bukankah itu berarti kami bisa mengetahui namanya?

Ketika kertas absen itu tiba di hadapan kami, kami bertiga langsung berebutan melihatnya. Menghitung urutan tempat duduknya.

“Satu..dua..tiga..empat..lima..ENAM! Nama ke-enam!! Cepat lihat nama ke-enam!!” seru Mika tidak sabaran

“Ke enam.. ke enam.. ini!! Bayu Hendrawan!!” seru saya dan Jian bersamaan. Lalu kami tersadar. Sttttttt…jangan terlalu heboh. Nanti ada yang salah paham. Lalu kami tertawa cekikikan.

September 2014

Dalam mata kuliah kali ini, kelas kami menggunakan metode diskusi per kelompok. Kebetulan, teman-teman saya menunjuk saya sebagai presenter yang membawakan materi kelompok, di depan kelas.

Saya berdiri di depan kelas. Sambil memaparkan materi, mata saya menyapu seluruh sudut kelas, dan saya mendapatinya! ‘Kakak yang tidak pernah tersenyum’. Duduk di bangku belakang, mendengarkan pemaparan materi saya dengan wajah yang datar. Tanpa senyum. Seperti biasa.

Saat sesi Tanya jawab dibuka,, teman-teman sekelas berlomba-lomba mengacungkan tangan untuk bertanya. Tanpa sadar, saya bahkan berharap kakak itu termasuk salah satu dari mereka yang mengacungkan tangan.

Namun pada kenyataannya, sampai diskusi berakhir, kakak itu tidak bergeming sama sekali. Disini, ada dua kemungkinan.

Pertama, materi yang saya bawakan sama sekali tidak menarik baginya, sehingga ia sama sekali tidak berniat mengomentarinya.

Kedua, pemaparan saya sudah sangat sempurna baginya sehingga ia merasa tidak ada yang perlu di komentari lagi.

(Pemirsa, mari kita anggap bahwa kemungkinan kedua lah yang benar, untuk menyenangkan hati saya. Terimakasih -___-)


Oktober 2014

Saya melihat kakak yang tidak pernah tersenyum menaiki tangga kampus FKM. Saya segera mencegatnya.

“Maaf kak. Kakak memprogram mata kuliah X di kelas saya kan kak?” Tanya saya. Hari itu, saya ditugaskan oleh dosen untuk mengumpulkan tugas teman-teman sekelas dalam bentuk file.

Kakak itu mengangguk mendengar pertanyaan saya. Ya, hanya mengangguk.

“Ibu menyuruh saya untuk mengumpulkan file tugas makalah kemarin kak. Kakak bawa filenya?” lanjut saya

“Iya” jawabnya singkat, nyaris tak terdengar. Maka saya segera mencari laptop untuk menyalin file tugas tersebut. File berpindah, saya mengembalikan flashdisknya, lalu ia pun pergi.

          Itulah percakapan pertama saya dengannya. Walaupun jawabannya hanya satu kata, adegan ini masih bisa disebut percakapan bukan? :D

***
Dipenghujung bulan ini, bapak dosen membagi kelompok untuk mengerjakan tugas. Dan entah mengapa, saya kebetulan sekelompok dengan kakak itu. Awalnya, Mika dan Jian menertawakan kebetulan itu. 

Saya hanya bisa berdalih : “siapa tahu dengan berkelompok dengannya, saya jadi bisa berteman dengannya?”

Saat kuliah selesai, dan saat kami keluar kelas, kami berpapasan dengannya. Tiba-tiba terbesit di pikiran saya untuk memulai komunikasi dengannya.

“Kak Bayu..” panggil saya

Namun apa yang terjadi? Ia tetap berjalan lurus tanpa memedulikan sapaan yang saya berikan dengan tulus dan cukup mengorbankan harga diri. Seketika Mika dan Jian tertawa puas sekali, dan saya jadi keki sendiri. Pernah kah kamu merasakan hal semacam itu? Rasanya ingin panjat tiang bendera di halaman rektorat, lalu berkibar di atasnya (T.T)

Tapi, tunggu dulu. Mungkin kakak itu tidak mendengar sapaan saya tadi. Atau mungkin sedang banyak pikiran. Atau sedang kebelet. Atau sedang buru-buru karena kucingnya di rumah akan segera melahirkan. Atau alasan lain,, saya mencoba untuk berpositif thinking J
***

Beberapa hari kemudian, saya mencoba mengirim pesan singkat padanya (SMS), untuk membahas tugas kelompok.

Assalamualaikum. Kak Bayu?”

Satu jam, dua jam, tiga jam. Tidak dibalas. Mungkin ia tidak suka basa-basi. Saya mengirim SMS lagi.

Kak, sy sekelompok sm kakak untuk tugas X. Lalu bagaimana kak?”

Tidak dibalas juga. Lalu saya mengerjakan tugas tersebut tanpa campur tangan kakak itu. Mungkin ia sibuk…
***

          Keesokan harinya, di depan kelas, saya melihatnya sedang duduk membelakangi saya, bersama Kak Aldi, salah seorang senior yang juga merupakan teman kak Bayu itu.

          Saya memperhatikan kakak itu dari belakang, dan Kak Aldi melihat saya dan bertanya ada apa dengan saya?

Saya menunjuk-nunjuk Kak Bayu, berniat menceritakan apa yang saya alami pada Kak Aldi. Namun entah karena sengaja atau memang tidak paham maksud saya,, ia malah memanggil Kak Bayu, hingga kakak itu menoleh pada saya.

          Jleb. Saya tertangkap basah. Sambil mendongkol dalam hati karena tindakan kak Aldi barusan, saya pun bertanya pada ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’ itu.

“Kenapa kakak tidak balas SMS saya kemarin?” Tanya saya takut-takut

“Oh, lagi tidak ada pulsa” jawabnya singkat. Sudah. Begitu saja~

Dan itulah percakapan kedua saya dengannya.

November 2014

Hari ini saya duduk di kelas, sambil menatap layar ponsel saya. Sebuah pesan singkat dari ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’.

Isinya singkat saja. Menanyakan jadwal kuliah. Saya terdiam beberapa saat.

Apa yang saya pikirkan?

Pertama, kakak itu menyimpan nomor HP saya. Ini merupakan sebuah apresiasi bagi saya. Asik :D

Kedua, ia percaya pada saya. Buktinya, ia menanyakan jadwal kuliah. Padahal bisa saja saya mengatakan bahwa kuliahnya di pindahkan jam 7 pagi, di gedung rektorat sambil upacara, kan? -__-
***

Dan kisah ini masih akan terus berlanjut, selama saya masih belajar di FKM UHO, dan selama kakak itu tidak memutuskan untuk berintegrasi ke fakultas lain.

Inti dari kisah ini ialah : Seperti halnya makalah, setiap masalah pun punya latar belakang. Kakak itu pasti punya alasan mengapa ia tidak pernah tersenyum. Dan kita tidak bisa menilai seseorang hanya dengan mengandalkan penglihatan kita. Untuk sampai pada suatu kesimpulan pun harus dengan observasi atau pengamatan yang dilakukan secara terus menerus. Itu pun tidak bisa menjamin bahwa kesimpulan kita itu seratus persen benar.

Kakak itu memang tidak pernah tersenyum, namun bukan berarti ia tidak bahagia. Tidak selamanya orang yang tidak tersenyum itu karena ia tidak bahagia Begitu pula dengan orang yang senantiasa tersenyum ceria. Tidak selamanya ia tersenyum karena ia bahagia. Bisa saja ia memendam seluruh kesedihannya, dan menyembunyikannya di balik senyum nya. Iya kan? J

Semoga kita dapat mengambil sedikit pelajaran dari kisah ini. Terima kasih sudah membaca J



Selasa, 11 November 2014

MABA yang 'polos'

Maba (mahasiswa baru) à masih polos à kejadian konyol :D

Itu merupakan rumus mutlak bagi kebanyakan orang yang pernah menjalani status sebagai mahasiswa baru. Yang saat diingat lagi,, maka kita akan senyum-senyum sendiri. Atau heboh membahasnya bersama teman yang terlibat dalam kisah konyol kita itu. Iya kan? Atau jangan-jangan kamu tidak merasakannya? Waah kasian -__-

Sekarang, saya jadi ingin flashback masa-masa konyol itu. Masa-masa saat saya baru menginjakkan kaki di FKM UHO..

***

*PENDAFTARAN ULANG*

Hari itu, saya berjalan sendirian ke gedung fakultas saya, sambil memandangi maba-maba yang berjalan bergerombol dengan teman-temannya, atau setidaknya berdua. Bercerita. Ketawa-ketawa. Sedangkan saya? Berjalan sendirian. Yah,, saya memang lulusan pesantren di Kota Makassar, dan sudah pasti saya adalah satu-satunya dari SMA saya yang melanjutkan studi di Universitas ini. Jadi intinya saya sendirian,, tidak bercerita kepada siapapun,, dan saya masih cukup waras untuk memutuskan bahwa saya tidak perlu tertawa sendirian..

Saya sampai di gedung fakultas. Masuk. Ragu-ragu memandang sekeliling, dan mata saya menangkap seseorang keluar dari ruangan yang bertuliskan “KASUBAG”. Seorang laki-laki yang terlihat lebih tua dari saya. Pasti senior! Pelan-pelan, saya menghampirinya..

“Maaf kak, untuk ambil slip pembayaran mahasiswa baru dimana ya?” saya bertanya kepada laki-laki itu

“Kurang tau. Saya juga maba..” jawabnya datar. Oh, astaga! Memalukan. Dalam hati saya merutuki ke-sotta-an saya yang meyakini bahwa laki-laki itu adalah seorang senior. 

Saya duduk di kursi depan ruangan itu, dan laki-laki berwajah datar itu pun duduk di samping saya.

Kalau ini sinetron murahan, yang terjadi adalah : saya dan dia duduk bersampingan, kemudian angin berhembus pelan seiring dengan mengalunnya soundtrack, lalu ia mengajak saya berkenalan. Hueksss..

Tapi, berhubung ini kenyataan, maka yang terjadi adalah : saya dan dia duduk bersampingan, kemudian tidak ada angin yang berhembus sehingga kami kepanasan,, lalu ia tetap diam. Sama-sama diam. Krik krik -,-

Setelah menimbang, maka saya memutuskan untuk mulai bercakap dengannya. Ini teman pertama saya di kampus ini. Harus meninggalkan kesan yang baik nih. Ehem. Saya memberanikan diri untuk memulai percakapan.

“eh, dari SMA mana?” Tanya saya padanya

“ dari Raha..” jawabnya singkat, dengan wajah datarnya.

Sudah, begitu saja? Tidak tanya balik? Saya menunggu beberapa saat, namun tetap tidak ada reaksi dari laki-laki di sebelah saya ini. Oh ASTAGAA -___-  lalu kami kembali larut dalam diam, tanpa ada percakapan lagi. Perkenalan yang sangat berkesan bukan??

***

*PENDIDIKAN KARAKTER*

Untuk resmi menjadi mahasiswa, kami mengikuti pendidikan karakter universitas di Auditorium. Pembentukan karakter, pengelolaan hidup, perencanaan masa depan. Mimpi-mimpi, cita-cita, semuanya bermula disini dan sangat berkesan bagi maba polos seperti saya :D




Pendidikan karakter universitas berakhir, dilanjutkan dengan Pendidikan Karakter Fakultas. Dan resmilah kami menjadi maba FKM UHO 2013 J

***

*HARI PERTAMA KULIAH*

Saya masuk kelas dan mendapati wajah-wajah asing sedang menatap saya tanpa ekspresi. Saat saya bingung mau duduk dimana, seorang perempuan berkulit putih dan berbadan agak tambun menyapa saya.

“Anti, duduk disini..” ucapnya hangat. Ia mengetahui nama saya, setelah sempat berkenalan saat Pendidikan Karakter Fakultas. Saya menoleh. Dua orang perempuan itu sedang tersenyum pada saya. Saya duduk bersama mereka, dan sejak saat itu, saya selalu duduk bersama mereka saat proses perkuliahan, hingga saat ini J

Singkat cerita, saya ditempatkan di sebuah kelas beranggotakan 56 orang, dengan rincian 52 orang perempuan dan 4 orang laki-laki. Saya yang baru saja lulus dari pesantren khusus putri, kini kembali sekelas dengan puluhan teman perempuan lainnya. Rasanya seperti belum lulus dari pesantren. Sama saja -___-

Saya pun mengidentifikasi keempat laki-laki tersebut,, untuk memberi penilaian pertama. Mata saya meneliti mereka satu persatu. Dan saya menemukan sebuah wajah dengan ekspresi datar…tunggu dulu… wajah datar?? eh itu kan “teman pertama” saya. Oh astaga, demi apa,, saya sekelas dengannya pemirsa :D

Jadi inilah hasil penilaian pertama saya terhadap 4 teman laki-laki saya itu :

1.     Teman pertama saya di kampus ini, yang berwajah datar tanpa senyum, dengan perkenalan yang sangat dramatis -__-

2.    Seorang maba yang pernah dihukum saat Pendidikan Karakter Fakultas karena tidak mengerjakan tugas yang diperintahkan kakak senior. Saya ingat benar wajahnya saat dihukum berorasi di depan kami, menghubungkan antara kenaikan BBM dengan harga nasi kuning yang melambung tinggi.

3.    Seorang maba yang menurut desas-desus katanya ganteng, namun saya tidak pernah melihat wajah aslinya. Mengapa? Karena ia selalu memakai helm-nya di dalam dan di luar kelas. Ini serius! Saya tidak tahu kenapa ia enggan melepaskan helm-nya, dan akibatnya, saya curiga, di dalam helm-nya terdapat potongan emas yang akan dicuri kapan saja bila ia melepaskan helm-nya.

4.    Seorang maba yang tidak jelas keberadaannya. Ia jarang terlihat di kampus, namun saat dosen masuk dan memulai proses perkuliahan, tiba-tiba ia sudah berada di bangku paling belakang, di dalam kelas.

Itulah kesan pertama saya terhadap 4 teman  laki-laki saya di kelas. sedangkan perempuan,, saya belum bisa melihat perbedaan yang signifikan, karena saya merasa, wajah mereka semuanya sama. Entahlah…

***

*KEJADIAN TERKONYOL*

Saya merasa ingin buang air kecil, dan segera mencari toilet, ditemani kedua teman saya. Ada satu toilet khusus mahasiswa di gedung fakultas,, dan ajaibnya, tidak ada airnya sama sekali. Mungkin sedang ada gangguan pipa air,, entahlah. Saya benar-benar bingung, sedangkan saluran ekskresi saya sedang sangat ingin bekerja *halah*. Intinya, saya kebelet -__-

Setelah berkeliling mencari toilet dan memastikan bahwa itu adalah satu-satunya toilet khusus mahasiswa, maka saya memutuskan : saya akan meminjam toilet di salah satu ruangan Pembantu Dekan. Kebetulan, satu-satunya ruangan yang di dalamnya ada orang ialah ruangan Pembantu Dekan 2.

“Assalamu alaikum..” saya mengetuk pintu. Bapak PD2 mengisyaratkan saya untuk masuk

“Maaf pak, saya mau pinjam toilet, bisa pak?” Tanya saya. Seketika, kening bapak PD2 berkerut mendengar pertanyaan saya

“Maaf pak, di toilet mahasiswa tidak ada air, dan saya benar-benar ingin buang air kecil..” lanjut saya dengan wajah polos saya

“Oh iya..iya silahkan..” bapak PD2 tersenyum lebar. Saat itu, saya tidak terlalu mengerti arti senyuman bapak PD2. Yang saya pahami, bapak mengizinkan saya memakai toiletnya. Maka saya pun masuk, dan benar-benar buang air kecil di toilet ruangan tersebut.

Setelah selesai, saya mengucapkan terimakasih pada bapak, lalu keluar dari ruangan tersebut dengan wajah tanpa dosa. Sekian~

***

Itulah masa-masa konyol saat menjadi maba dulu. Sampai sekarang, saya masih tidak habis pikir dengan kekonyolan-kekonyolan yang pernah saya lakukan. Apakah itu benar-benar saya? -__-

Bagaimana dengan pengalamanmu? Apakah kamu akan membaginya atau tetap menyimpannya sendirian di lembaran diary hello kitty? :D

Dan kita masih akan terus berproses, dengan jutaan pengalaman lainnya, yang dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita


Experience is the best teacher kan? :)