BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan,
air memiliki peranan yang sangat penting. Sekitar tiga
perempat dari tubuh kita tersusun dari air. World Health Organization (WHO)
dalam pernyataannya yang berkaitan dengan air “The Best of All Things is Water”
menunjukkan bahwa air itu sangat penting bagi seluruh kehidupan dan selalu
dipandang sangat berharga, sehingga perlu dijaga, dilindungi dan dilestarikan
(Hartanto 2009).
Saat ini
air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Untuk mendapatkan air yang
bersih, sudah menjadi barang yang mahal dan langka karena keterbatasan
perolehan air dimana air sudah banyak yang
tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik
limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah industri, dan lainnya. Akibatnya
ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan perkembangan
jumlah penduduk yang meningkat.
Air tanah dipandang sebagai salah
satu sumber air yang bersih sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sangat
penting artinya bagi kehidupan manusia. Dipihak lain, terdapat kecenderungan
terus menurunnya kualitas air karena meningkatnya pencemaran air oleh buangan
pemukiman, industri, pertambangan, intensifikasi pertanian, serta meningkatnya
pariwisata dan pelayaran.
Pemukiman-pemukiman penduduk yang
rapat, terutama diperkotaan, membuat sistem pembuangan limbah rumah tangga
seperti pembuangan limbah kamar mandi/ wc dan atau dapur tidak terkoordinasi
dengan baik, sehingga limbah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran
air tanah dan dapat juga mengakibatkan tercemarnya lingkungan daerah pemukiman
tersebut.
Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2010, sebanyak 15,8% rumah tangga Indonesia tidak memiliki
tempat pembuangan ekskreta atau jamban, 69,7% rumah tangga yang memiliki kakus
dan sisanya masih menggunakan kakus umum atau bersama. Meski memiliki jamban
sendiri, hanya 2,9% rumah tangga yang pembuangan akhir ekskretanya terjangkau
oleh sarana pembuangan air limbah (SPAL). Sebanyak 59,3% dibuang ke septic tank
dan sisanya dibuang ke lingkungan (kolam, lubang tanah, sawah, sungai dan
sebagainya). Septik tank merupakan sarana untuk mencegah pencemaran air tanah.
Pembangunan dan pemeliharaan septic tank merupakan cara untuk meminimalisasi
pencemaran air tanah oleh ekskreta manusia. Limbah manusia tersebut akan diolah
secara efektif dalam jangka yang panjang, sehingga akan turut memelihara
lingkungan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa itu ekskreta manusia?
2.
Bagaimana proses pencemaran air tanah akibat ekskreta?
3. Bagaimana pengelolaan ekskreta untuk mencegah
terjadinya pencemaran air
tanah
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui apa itu ekskreta manusia?
2.
Mengetahui proses pencemaran air tanah akibat ekskreta?
3.
Mengetahui bagaimana pengelolaan ekskreta untuk mencegah terjadinya
pencemaran
air tanah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekskreta
manusia
Ekskreta manusia merupakan hasil akhir dari
proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan
pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan dalam tubuh. Zat-zat yang tidak
dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan urine. Tinja dan urine dapat menjadi
masalah lingkungan jika pembuangannya tidak secara layak dan akan menyebabkan
pencemaran permukaan tanah dan air tanah yang berpotensi menjadi penyebab
timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran cerna (Soeparman dan
Suparmin 2001).
Ekskreta manusia merupakan bagian
dari limbah rumah tangga (domestic waste
water), dimana limbah rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu black water
(dari jamban) dan grey water (dari kamar mandi, tempat mencuci pakaian, mencuci
piring dan atau peralatan dapur) (Sudarno 2006).
Seseorang yang normal diperkirakan
menghasilkan ekskreta rata-rata sehari sekitar 83gram tinja dan 970gram urin.
Rata-rata orang Asia mengeluarkan 200-400gram tinja/hari, sedangkan orang Eropa
mengeluarkan tinja 100-150gram/hari. Pada daerah tropis, pengeluaran tinja
berkisar antara 280-530gram/orang/hari dan urin berkisar antara 600-1130 gram/orang/hari
(Arifin 2009).
Sumber ekskreta manusia (dalam hal
ini lebih ditekankan pada tinja), Manusia sebagai individu, yaitu dimana
manusia tersebut hidup sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah dari
individu yang menempati tempat tinggal lain atau kelompok manusia yang satu
individu dengan individu lainnya terikat dalam hubungan kekerabatan yang
menempati satu tempat tinggal sebagai satu keluarga.
Manusia sebagai kelompok, yaitu
kumpulan manusia yang bertempat tinggal di satu wilayah geografis. Individu
dalam kelompok terikat oleh satu hubungan kemasyarakatan yang memiliki norma
kelompok yang disepakati bersama.
2.2
Pencemaran
air tanah akibat ekskreta
a.
Air Tanah
Air
tanah adalah air yang tersimpan/ terperangkap didalam lapisan batuan yang mengalami
pengisian/ penambahan secara terus menerus oleh alam.
Kondisi
suatu lapisan tanah membuat suatu pembagian zona air tanah menjadi :
·
Zona air berudara (zone
of aeration) yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air yang masih kontak
dengan udara. Pada zona ini terdapat tiga lapisan tanah, yaitu lapisan air
tanah permukaan, lapisan intermediate, dan lapisan kapiler.
·
Zona air jenuh (zone of
saturation) yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air tanah yang relatif
tak terhubung dengan udara luar dan lapisan tanahnya (aquifer bebas).
Keuntungan
menggunakan air tanah, yaitu :
·
Pada umumnya bebas dari
bakteri patogen.
·
Dapat dipakai tanpa
pengolahan lebih lanjut.
·
Paling praktis dan
ekonomis untuk mendapatkan dan membagikannya.
·
Lapisan tanah yang
menampung air biasanya merupakan tempat pengumpulan air alami.
Kerugiannya
adalah :
·
Air tanah sering kali
mengandung banyak mineral-mineral, seperti Fe, Mn, Ca.
·
Biasanya membutuhkan
pemompaan.
b.
Pencemaran air tanah
Menurut
Wardhana (1995) pencemaran air tanah adalah suatu keadaan air yang mengalami
penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada
faktor penentu yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air
Sumber
pencemaran air tanah dapat berasal dari septic tank yang tidak dibuat dengan
baik, limbah industri, penggunaan pestisida, limbah peternakan dan sebagainya.
Akibat dari
pencemaran air tanah adalah
·
Perubahan warna air
·
Perubahan rasa
·
Perubahan bau
·
Perubahan pH
·
Berdampak pada
kesehatan manusia
Indikator
pencemaran air tanah dilihat dari adanya perubahan yang dapat diamati, menurut
Warlina (2004) dapat digolongkan menjadi
·
Pengamatan secara fisik
yaitu berdasarkan pada tingkat kejernihan air, perubahan warna, bau dan rasa
·
Pengamatan secara
kimia, yaitu berdasarkan pada zat kimia yang terlarut, perubahan pH
·
Perubahan secara
biologis, yaitu berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air (adanya fecal
coli atau total coliform)
Sedangkan
indikator umum yang diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah :
·
pH air, dimana air
normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5-7,5.
·
Oksigen terlarut (DO),
kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfer.
Berdasarkan data-data temperatur dan tekanan, maka kelarutan oksigen jenuh dalam
air pada 250C dan tekanan 1 atm adalah 8,32mg/L.
·
BOD, merupakan
banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air
untuk memecah bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida
dan air. Kadar BOD5 (BOD dalam masa inkubasi 5hari proses oksidasi)
yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan
mikroorganisme akuatik adalah 3,0-6,0.
·
COD, merupakan jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi
melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang
sukar didegradasi. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang
dari 20mg/L.
c. Pencemaran air tanah oleh ekskreta manusia
Pencemaran dari ekskreta manusia dalam hal ini
tinja manusia tetap menjadi penyebab utama pencemaran air. Sumber air merupakan kontributor utama untuk
kehidupan, Namun dari berbagai Laporan tentang kualitas air tanah di perkotaan sangat tidak layak untuk di
konsumsi. Bahkan gangguan pencemaran air sudah
sampai di bagian muara, garis pantai laut, sungai dan waduk-waduk penampungan
air.
Idealnya, limbah atau air limbah diperlakukan pengolahan (septic tank)
untuk menghilangkan kuman-kuman patogen yang berbahaya sebelum dibuang ke badan
air secara langsung. Jika di luar negara seperti Amerika Serikat contohnya
badan EPA mensyaratkan setiap fasilitas yang menghasilkan limbah tidak
terkecuali, libah rumah angga seperti tinja, untuk melakukan pembuangan limbah WC langsung
ke permukaan air harus mendapatkan izin Resmi dari National Pollutant Discharge
Elimination System (NPDES).
Namun, Dalam hal penanganan
limbah-limbah di negara kita mungkin kurang ketat, sehingga masih mengabaikan
tentang pencemaran air tanah. Limbah
Tinja yang tidak benar dalam proses penampungan dan perawatan yang
dilepaskan secara langsung ke badan air memiliki potensi dan akibat dari
gangguan pasokan air bersih di
perkotaan dan sudah mewabah ke area pedesaan.
Seperti yang telah kita ketahui
Air adalah sumber kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan. Namun akibat dari
kegagalan sistem dan tata ruang kota, instalasi pengolahan limbah dapat
memberikan kontribusi pencemran dalam bentuk bakteri patogen yang menyebabkan
bahaya kesehatan yang serius, jika bakteri
patogen menemukan jalan ke sumber
air minum. Pembangunan dan pembuatan sistem penampungan limbah ( septic
tank ) yang tanpa penataan tepat adalah penyumbang utama pencemaran sumber air
tanah. Seperti di daerah berpenduduk padat tentu sumber air tanah sudah
berbahaya untuk dikonsumsi. ini adalah akibat dari tercemarnya air tanah oleh bakteri patogen.
Menurut sumber Penelitian sourcemolecular.com
telah menunjukkan bahwa masih ada probabilitas tinggi untuk menemukan bakteri
indikator tinja (FIB) dan Bakteri patogen dalam air limbah yang dirilis dari
populasi manusia yang besar. Dengan demikian, pengembangan total beban harian
maksimum (TMDL) sangat penting untuk menentukan apakah tingkat FIB cukup tinggi
untuk mendapatkan perhatian dan rencana aksi perbaikan. Pelacakan sumber
mikroba (MST) memainkan peran besar dalam pengembangan dan implementasi TMDL.
Diantara metode MST banyak digunakan untuk mendeteksi kontaminasi air dari
tinja manusia, khususnya kehadiran limbah kota, adalah virus polymerase chain
reaction (PCR). Konsentrasi tinggi dari polyomaviruses manusia (HPyVs) (JC
virus [JCV] dan BK virus [BKV]) telah didokumentasikan dalam limbah kota.
Sumber Molekuler Human Urine Virus ID
layanan menggunakan teknologi DNA analitis yang cepat mendeteksi adanya
polyomavirus manusia.
2.3 Pengeloaan Ekskreta untuk Mencegah
Terjadinya Pencemaran Air Tanah
Diperkirakan saat ini hampir
sekitar 70% air tanah di daerah perkotaan sudah tercemar berat oleh ekskreta
manusia, terutama tinja, padahal separuh penduduk perkotaan masih menggunakan
air tanah. Kondisi perumahan dan lingkungan padat serta aktivitas dan berbagai
kegiatan yang tanpa perencanaan lingkungan menjadi salah satu penyebabnya
(Arifin 2009).
Pengelolaan ekskreta manusia
sangat diperlukan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar
sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk mencegah
sekurang-kurangnya kontaminasi ekskreta manusia terhadap lingkungan, maka
pembuangannya harus dikelola dengan baik, dengan maksud pembuangan tersebut
harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat (termasuk septic tank
yang baik). Pada pemukiman-pemukiman yang padat, terkadang pembangunan
perumahan tidak dilakukan konstruksi yang baik, sehingga dapat terjadi
kerusakan septic tank. Keadaan ini tentu saja dapat menyebabkan pencemaran air
tanah.
Sistem pengelolaan ekskreta
manusia dapat dilakukan dalam :
·
Sistem penanganan terpusat (off-site), yaitu ekskreta manusia (umumnya bersama
limbah cair rumah tangga lainnya) dialirkan kedalam bak kontrol, masuk ke jaringan
drainase, kemudian ke dalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) dan dilepas
ke sumber air baku.
·
Sistem penanganan setempat (on-site), yaitu hasil buangan dari daerah
pemukiman/ tempat rekreasi/ perkantoran dialirkan ke tangki septik dan bidang
resapan individual atau tangki septik bidang resapan komensal, kemudian
diangkut dengan truk tinja, dibawa ke instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).
Penanganan
ekskreta manusia ini juga tergantung pada kelompok manusia tersebut, yaitu
·
Pada kelompok manusia
sebagai individu, pengelolaan hasil buangan ini ditangani secara perorangan/
kelompok individu/ keluarga yang menggunakan sarana pembuangan tersebut, yang
umumnya berupa jamban perorangan/ jamban keluarga (private latrine), yang merupakan tanggung jawab keluarga/ individu
dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan dan pemeliharaan sarana tersebut.
·
Pada kelompok manusia
yang hidup dengan hubungan kemasyarakatan, penanganan hasil buangan ini sering
bersifat kompleks. Berbagai faktor penyebab, yaitu keterbatasan penyediaan
lahan, kepentingan yang berbeda antara individu, faktor sumber daya, faktor
fisibilitas pengelolaan, dan sebagainya. Keadaan kelompok masyarakat sangat
menentukan keberhasilan penanganan hasil buangan ini. Penanganan ekskreta pada
kelompok ini biasanya dilakukan secara kolektif dengan menggunakan jamban umum
(public latrine), yang merupakan
tanggung jawab kelompok dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan dan
pemeliharaan sarana tersebut.
Selain
itu juga tergantung pada kawasan tempat tinggal penduduk, seperti :
·
Rawa-rawa,
dimana rumah berada diatas perairan. Sistem pengelolaan ekskreta dari
rumah-rumah dialirkan dengan pipa ke suatu pengolahan kolektif.
·
Perbukitan, dimana
rumah-rumah berada pada daratan yang tingginya tidak sama. Cara pengelolaan
ekskreta jika dimungkinkan menggunakan septic tank. Jika tidak memungkinkan,
menggunakan sistem off-site yang terbagi dalam beberapa cluster (kelompok)
layanan. Tiap cluster memiliki sistem pengolahan sendiri.
·
Daerah pesisir, dimana air
bawah permukaan tinggi, sistem pengelolaan yang dapat digunakan adalah off-site
sistem.
·
Kawasan kumuh, dimana
tidak ada lahan yang luas untuk membangun septic tank (dimana dalam 50 rumah
tangga dibutuhkan luasan 100m2) atau memasukkan truk tinja untuk menguras
septic tank. Keadaan ini dapat menggunakan unit pengelolaan terpusat atau MCK
bersama(Mujiyanto 2009).
Menurut Soeparman (2002), memilih lokasi
penempatan sarana pembuangan tinja, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
:
·
Pada dasarnya tidak ada
aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan jarak yang
aman antara jamban dan sumber air. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan
bakteri melalui air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi permukaan air
tanah serta permeabilitas tanah. Hal penting yang harus diperhatikan adalah
jamban atau kolam buangan (cesspool)
harus ditempatkan lebih rendah, atau sekurang-kurangnya sama tinggi dengan
sumber air bersih. Apabila memungkinkan, harus dihindari penempatan langsung
dibagian yang lebih tinggi dari sumur. Jika penempatan di bagian yang lebih
tinggi tidak dapat dihindarkan, jarak 15m akan mencegah pencemaran akan
mencegah pencemaran bakteriologis ke sumur. Penempatan jamban di sebelah kanan
atau kiri akan mengurangi kemungkinan kontaminasi air tanah yang mencapai
sumur. Pada tanah pasir, jamban dapat ditempatkan pada jarak 7,5m dari sumur
apabila tidak ada kemungkinan untuk menempatkannya pada jarak yang lebih jauh.
·
Pada tanah yang lebih
homogen (tanah berpasir), kemungkinan pencemaran air tanah sebenarnya nol
apabila dasar lubang jamban berjarak lebih dari 1,5m diatas permukaan air tanah
atau apabila dasar air kolam pembuangan berjarak lebih dari 3m diatas permukaan
air tanah.
·
Penyelidikan yang
seksama harus dilakukan sebelum membuat jamban cubluk (pit privy), kakus bor (bored-hole
latrine), kolam pembuangan dan sumur resapan di daerah yang mengandung
lapisan batu karang dan batu kapur. Hal ini dikarenakan pencemaran dapat
terjadi secara langsung melalui saluran dalam tanah tanpa filtrasi alam ke
sumur yang jauh atau sumber penyediaan air minum lainnya (Arifin 2009).
Tangki septik atau septik tank merupakan
unit pengolahan limbah yang diperlukan guna mengolah air limbah sebelum dibuang
ke sumber air baku. Disamping untuk mencegah pencemaran termasuk diantaranya
organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah dimaksudkan untuk mengurangi
beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga memenuhi persyaratan
standar kualitas ketika dibuang ke suatu sumber air baku (Dinkes Banggai 2009).
Pembangunan septik tank juga perlu
memperhatikan keadaan tanah, pada kondisi tanah yang terlalu lembab dalam
jangka waktu yang lama, maka tanah tersebut tidak sesuai untuk lokasi septik
tank karena bahan pencemar (ekskreta manusia) dapat melewati aquifer tanah
melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus melalui septic
tank. Pada kondisi tanah yang kering, gerakan bahan dan bakteri relatif
sedikit, dengan gerakan ke samping praktis tidak terjadi, sehingga jika terjadi
pencucian yang berlebihan, tidak dikhawatirkan terjadi kontaminasi air tanah
karena perembesan ke bawah secara vertikal hanya sekitar 3m (Arifin 2009).
Notoatmodjo
(2003) menyatakan bahwa septik tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap
air, sebagai tempat tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi.
Di dalam tangki tersebut, tinja akan mengalami proses:
a.
Proses
kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi
dan sebagian besar (60-70%) zat-zat yang padat akan mengendap di dalam tangki
sebagai sludge. Zat- zat yang tidak
dapat hancur besama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk
lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan
suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri
anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.
b.
Proses
biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi
melaluli aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat
organik dalam sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuknya gas
dan zat cair lainnya, terjadi pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septik tank tidak cepat penuh.
Kemudian cairan enfluent sudah tidak
mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar
melalui pipa dan masuk ke tempat perembesan (Arifin 2009).
Menurut
Chandra (2007) yang perlu diperhatikan dalam mekanisme dekomposisi tinja ini
adalah :
·
Penumpukan endapan
lumpur mengurangi kapasitas septik tank sehingga isi septik tank harus
dibersihkan minimal sekali setahun.
·
Penggunaan air sabundan
desinfektan seperti fenol, sebaiknya dihindari karena dapat membunuh flora
normal bakteri dalam septic tank.
·
Septik tank baru
sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran, kemudian dilapisi
dengan lumpur dari septik tank lain untuk memudahkan proses dekomposisi bakteri
(Arifin 2009).
Pengelolaan ekskreta manusia ini juga
harus didukung oleh peran pemerintah agar dapat menjadi pedoman masyarakat
untuk turut serta dalam memelihara air tanah sebagai salah satu sumber air.
Peran pemerintah tersebut diwujudkan dalam Hukum, yaitu dengan adanya berbagai
undang-undang atau peraturan yang mengatur kelestarian lingkungan hidup dan
atau sumber daya air, antara lain :
·
UU No. 23 tahun 1997
tentang Lingkungan Hidup
·
UU No. 7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air
·
PP No. 43 tahun 2008
tentang Air Tanah
·
PP No. 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Selain itu
dilakukan juga Pendekatan kelembagaan, dengan membentuk
lembaga seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) atau Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). Tahun 2006 telah dibentuk suatu
badan sanitasi yang berbasis masyarakat, yaitu CLTS (Community Led Total
Sanitation), hasil kerjasama dengan World Bank, dimana tujuan utamanya yaitu
meningkatkan penggunaan jamban yang dikelola dengan baik.
Kerjasama dengan LSM, seperti
pembentukan KOLILA (Komite Peduli Lingkungan). Peran pemerintah ini tidaklah mudah jika
tidak didukung oleh masyarakat. Ada baiknya pengelolaan ini diawali dari diri
kita sendiri, dengan menggunakan fasilitas buang air besar yang telah tersedia
serta memeliharanya (jamban dan septik tank).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eksreta manusia berupa tinja dan urin dapat
harus dikelola dengan baik. Karena pengelolaan pembuangan eksreta yang tidak
memenuhi syarat-syarat kesehatan dapat memberikan dampak negative seperti
sebaagai sarang vector, memberikan bau busuk, dan yang paling penting dapat
menyebabkan pencemaran air, khususnya air tanah. Pengelolaan ekskreta manusia
di Indonesia masih terabaikan. Banyak rumah tangga yang belum memiliki jamban
sehat dan septic tank yang baik. Keadaan ini dapat mencemari lingkungan,
khususnya air tanah, dimana air tanah ini masih banyak digunakan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3.2
Saran
Sebagai
masyarakat yang menginginkan kehidupan yang sehat dan terbebas dari penyakit,
maka kita perlu memperhatikan pengelolaan pembuangan eksreta ini. Selain itu, peran
pemerintah memang diperlukan terutama dalam penanganan limbah ekskreta manusia
ini, disamping menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga
lingkungan, yang salah satu caranya adalah dengan membangun, menggunakan dan
memelihara sarana pengelolaan ekskreta ini.
DAFTAR
PUSTAKA