Rabu, 09 Agustus 2017

Pengalaman Mengikuti Tes PAPs UGM (Potensi Akademik Pascasarjana Universitas Gadjah Mada)

“Pengalaman adalah guru terbaik. Pengalaman terkadang begitu mahal harganya. Untungnya, kita bisa belajar dari pengalaman orang lain” :)

Ini pengalaman saya saat mengikuti tes PAPs UGM. Saya adalah seorang mahasiswa fresh graduated dari salah satu universitas negeri di Sulawesi Tenggara yang ingin melanjutkan studi magister di Universitas Gadjah Mada (UGM).  Nah, untuk melengkapi berkas pendaftaran, selain mengumpulkan sertifikat TOEFL dengan skor minimal 400 atau 450 (tergantung jurusan masing-masing),, saya juga harus mengumpulkan sertifikat TPA dengan skor minimal 450 atau 500 (juga tergantung jurusan masing-masing). UGM sendiri mengadakan tes potensi akademik yang disebut PAPs UGM atau Potensi Akademik Pascasarjana  UGM. Jadi calon maba boleh mengumpulkan sertifikat TPA dari BAPPENAS, atau sertifikat PAPs dari UGM.

Konon katanya, untuk mengikuti tes PAPs, ada baiknya jika kita mempersiapkan diri jauh-jauh hari. Untuk mendaftar, kita harus memiliki akun pendaftaran khusus. Caranya, pergi ke bank BNI terdekat (bisa di BNI seluruh Indonesia) untuk membayar biaya pendaftaran tes PAPs. Selanjutnya, kita akan diberi id akun pendaftaran beserta passwordnya. Dari akun itulah kita bisa log in untuk mendaftar tes PAPs. Nah, pendaftaran tesnya juga sudah ditentukan, dengan kuota terbatas, yang… masyaallah cepat sekali penuhnya. Kalau sudah penuh, kita terpaksa harus ikut di periode selanjutnya. Untuk petunjuk lebih jelasnya serta jadwal rutin tes PAPs bisa dilihat di situs resmi PAPs UGM. Oh ya, saat pendaftaran itu, berhubung saya masih berada di Kampung Inggris Pare untuk persiapan TOEFL, pendaftaran PAPs saya dibantu oleh salah satu kakak senior saya dulu. Terimakasih Kak RR hehe.

Apa yang saya pelajari untuk mengikuti tes PAPs ini?

Awalnya, saya mempelajari buku TPA umum di sela-sela waktu saya belajar TOEFL. Saya belum pernah mengikuti tes TPA sebelumnya sehingga saya mempelajarinya benar-benar dari awal. Saya mencoba browsing untuk contoh soal PAPs, tapi saya tidak menemukan kecuali secuil soal yang menurut saya tetap membingungkan. Namun, satu kesimpulan yg saya dapatkan saat itu : “Soal-soal PAPs lebih mudah dari soal TPA Bappenas, dan lebih simple dari soal-soal yang ada di buku latihan TPA.” Berbekal kalimat itu, saya jauh lebih tenang. Kalau dihitung-hitung, saya hanya belajar dalam waktu sekitar 6 hari efektif.

Hari-hari pun berlalu tanpa terasa. Tepatnya tanggal 20 Mei 2017 pagi, saya mengikuti tes TOEFL di salah satu lembaga kursus di Pare. Urusan TOEFL selesai, sekarang beralih ke urusan TPA. Malam itu juga, saya pun segera berangkat ke Jogja, karena tes PAPs saya diselenggarakan tanggal 23 Mei 2017. Saya tiba di Jogja tanggal 21 Mei, pukul 07.30 pagi, dan langsung beristirahat. Keesokan harinya, saya pergi ke perpustakaan UGM untuk bertemu Kak RR dan temannya yang tentunya sudah pernah mengikuti tes PAPs, Kak UF. Disitu mereka berbagi pengalaman dan memberi tahu jenis-jenis soal yang muncul dalam ujian/tes PAPs. Berikut rincian jenis soal yang saya rangkum :

Nah, setelah mendengar banyak hal dari kedua kakak yang baik itu, saya pun pulang untuk beristirahat. Ya, mereka berpesan bahwa untuk menghadapi tes PAPs besok, saya tidak boleh tegang, gugup, panik, apalagi mengantuk karena kurang tidur. Karena soal-soal dalam tes tersebut sangat banyak dan tidak sebanding dengan waktu menjawabnya. Kalau tegang, panik, gugup, ngantuk? Wah.. bisa-bisa konsentrasi buyar. Kak UF sendiri pernah gagal dalam mencapai skor standar UGM, sehingga untuk kemudian berhasil, ia harus mengikuti tes tersebut sampai 3x. Kak UF tak ingin hal itu terjadi kepada saya. Ya, saya harus berhasil dalam satu kali tes. Insyaallah. Maka malam itu, setelah sedikit mereview contoh-contoh soal yang diberikan Kak UF, saya pun bersantai. Main sosmed, baca-baca artikel di L*ne today, dan yang paling penting.. mengirim pesan kepada Mamak dan Bapak di kampung halaman untuk memohon doa dan restu dalam mengikuti tes besok. Tak lupa pula meminta Kakak-Kakak dan Adik, serta teman-teman dekat untuk juga mendoakan saya.

Paginya, diantar teman saya, FG, saya tiba pukul 07.30 di Gedung Psikologi untuk mengikuti tes PAPs tersebut. Tesnya dimulai pukul 08.00, sehingga saya dan peserta lainnya masih punya waktu untuk sejenak duduk bersantai menenangkan pikiran. Sembari menunggu, saya membuka laman pencarian google dan membaca salah satu blog tentang pengalaman seseorang saat mengikuti tes PAPs di UGM, setahun yang lalu. Saya juga sempat mengirim pesan kepada Mamak, mengabarkan bahwa sebentar lagi saya masuk ruangan tes dan meminta doanya, sekali lagi. Tak lama berselang, kami pun dipersilahkan masuk ke dalam ruangan ujian yang besar, nyaman, dan menurut saya penuh aura kompetitif. hehe. Saya dapat tempat duduk paling depan. Tetap berusaha tenang, dan yakin bahwa soal-soalnya mudah (meskipun mungkin kenyataannya tidak) serta yakin bahwa saya pasti berhasil. Tes dimulai dan saya mengerjakannya dengan sebaik mungkin…

Seminggu berselang, hasil tes PAPs pun keluar. Skor saya? Jeng jeng.....


Alhamdulillah. Lumayanlah bagi pemula. Sebenarnya saya sudah sangat bersyukur sih. Saya teringat janji Allah, bahwa barangsiapa yang bersyukur, pasti akan Allah tambah nikmatNya. Setidaknya, berkat skor ini pun, saya kini sudah resmi menjadi maba pascasarjana IKM FK UGM :)

Sekian pengalaman saya dalam megikuti tes PAPs UGM. Kalau mau sharing, boleh kontak saya di akun instagram : @antiakib. Terimakasih sudah baca. Semoga sukses tes PAPs nya aamiin :)

Selasa, 20 Oktober 2015

BEASISWA DATAPRINT


Program beasiswa DataPrint telah memasuki tahun kelima. Setelah sukses mengadakan program beasiswa di tahun 2011 hingga 2014, maka DataPrint kembali membuat program beasiswa bagi penggunanya yang berstatus pelajar dan mahasiswa.  Hingga saat ini lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi penggunanya.
Di tahun 2015 sebanyak 500 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.
Beasiswa yang dibagikan diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan sekaligus mendorong penerima beasiswa untuk lebih berprestasi. Jadi, segera daftarkan diri kamu, klik kolomPENDAFTARAN pada web ini!
Like dan follow DataPrint di page DataPrint Indonesia dan@dataprintindo .
Pendaftaran periode 1 : 10 Februari – 30 Juni 2015
Pengumuman                : 10 Juli 2015

Pendaftaran periode 2   : 1 Juli – 25 Desember 2015
Pengumuman                : 13 Januari 2016

PERIODE
JUMLAH PENERIMA BEASISWA
@ Rp 1.000.000
@ Rp 500.000
@ Rp 250.000
Periode 1
50 orang
50 orang
150 orang
Periode 2
50 orang
50 orang
150 orang



Info lebih lanjut :
http://beasiswadataprint.com/
http://dataprint.co.id/

Minggu, 23 November 2014

Mulailah Menulis :)

Bagaimana caranya untuk bisa menjadi penulis?
Menulis.

Bagaimana caranya agar bisa menulis dengan baik?
Mulailah menulis

Sesederhana itu.
***
Sore ini, saya hadir di tengah-tengah para penulis dan mengamati kegiatan para penulis itu. Kedengaran keren kan?

Mungkin kenyataannya memang tidak sekeren kedengarannya. Hari ini saya dan beberapa teman saya baru saja bergabung dalam salah satu organisasi atau klub yang gemar menulis. Forum Lingkar Pena wilayah Kota Kendari atau yang biasa dikenal dengan FLP. Ini kami lakukan untuk memulai langkah dalam menulis. Mengembangkan minat dan bakat yang mungkin kami punya.



Kebetulan, di hari pertama kami bergabung, organisasi ini mengundang salah seorang penulis yang cukup terkenal di dalam dan di luar kota, yaitu Kak Arham Rasyid atau biasa dikenal dengan nama “Arham Kendari”. Apakah saya pembawa keberuntungan?

Sayangnya tidak, karena Kak Arham sudah diundang sebelum saya memutuskan untuk masuk ke dalam organisasi ini.

Jadi, Kak Arham memaparkan kepada kami bagaimana mencari ide untuk menulis, dan seterusnya. Intinya, itu sangat menginspirasi kami, khususnya saya sendiri.
Berdasarkan pertemuan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil :

-         Setiap ide melintas dalam pikiran kita, dimana pun kita berada, segera lah tulis. Sejujurnya, saya paling sering dapat ide ketika sedang melakukan aktifitas di jamban. Tidak, saya tidak bermaksud jorok disini, tapi maksud saya, ide saya memang sering muncul di saat seperti itu, sehingga saya menyebutnya : “jamban inspirasi”. Dan saya juga tidak langsung menuliskan ide saya ditempat itu, karena saya cukup normal untuk memutuskan bahwa saya tidak perlu membawa pulpen dan kertas saat masuk ke dalam ruangan sempit itu. Saya akan menulisnya saat keluar nanti. Saya kira jelas ya, pemirsa -_-


-          Menulis tidak harus mulai dari “awal”, tapi kita bisa langsung menulis “ending”. Menulis itu bebas. Tidak ada aturan khusus. Mari kembangkan ide tulisan kita, dengan cara kita sendiri

-          Jadikan media massa dan social media sebagai salah satu sumber ide. Selain membaca buku, tulisan-tulisan orang di sosmed juga bisa jadi sumber ide tulisan. Berita-berita di media massa pun bisa kita jadikan ide, yang kemudian kita kembangkan dengan bahasa kita sendiri. Kalau saya sendiri, lebih senang mengamati hal yang ada atau terjadi di sekeliling saya, untuk kemudian dijadikan bahan tulisan. Terserah kita lah : )


-          Temukan passion kita sendiri. Kita memang bisa menjadikan tulisan orang lain sebagai contoh, tapi jangan jadikan itu sebagai ciri khas tulisan kita. Kita harus menemukan ciri khas berikut bahasa dan gaya menulis kita sendiri J

  ***

Setidaknya itulah yang saya dapatkan hari ini. Saya bertekad, saya harus bisa menulis lebih baik hari ini, besok, dan seterusnya. Insya Allah..

Saya tau, saya memang bukanlah seorang penulis hebat. Saya hanyalah seorang mahasiswa biasa, yang mau MEMULAI langkah untuk menjadi seorang penulis hebat J


Bagaimana denganmu? ^^

Rabu, 19 November 2014

Tipe Mahasiswa Berdasarkan Reaksinya Ketika Ditawari Jualan

Tulisan ini saya buat berdasarkan hasil pengamatan saya terhadap proses jual beli bazar atau jualan lain yang dibuat oleh mahasiswa untuk penggalangan dana. Pengamatan ini saya lakukan sejak setahun yang lalu, di kampus saya tercinta, FKM UHO ^^ Serta saya padukan dengan sedikit imajinasi saya J

Berikut ini adalah tipe mahasiswa, baik itu senior maupun junior, yang digolongkan berdasarkan reaksinya saat ditawari bazaar atau jualan…


1.  Tipe rasionalis
Tipe ini adalah tipe mahasiswa standar. Bila ditawarkan jualan, tipe rasionalis akan mempertimbangkan tujuan diadakannya penggalangan dana dan menyesuaikannya dengan keadaan dompetnya. Jika tujuannya sesuai dengan pemikirannya, serta harganya sesuai dengan dompetnya, ia akan membelinya.


2.  Tipe banyak Tanya
Ini adalah tipe mahasiswa yang paling menyebalkan. Contoh :

A : Eh, beli pudding kami dong..
B : Kamu jualan pudding?
A : Iya, kami lagi cari dana
B : Dana buat apa?
A : Buat bakti sosial minggu depan
B : Bakti sosialnya dimana?
A: Di panti asuhan Lepo-lepo.
B : Harganya berapa?
A : Tiga ribu
B : Oh, pudingnya rasa apa?
A : Rasa cokelat
B : Alat dan bahannya apa saja?
A : Agar-agar, gula, cokelat bubuk, susu, golok, kapak, PARANG..
B : Hah? Parang? Buat apa?
A : IYA PARANGG, BUAT KAMU!! KAMU MAUU??!!


3.  Tipe pilih kasih
Ini adalah tipe mahasiswa yang menakjubkan. Ia membeli jualan yang ditawakan berdasarkan tingkat kecantikan/kegantengan mahasiswa yang menawarkan jualan tersebut. Contoh :

Seorang mahasiswa tidak cantik datang menghampiri seorang senior yang sedang duduk sedirian.

A : Kak, mau beli pudding? <= (mahasiswa tidak cantik)
B : Tidak dek. Lagi nggak ada uang

Semenit kemudian, seorang mahasiswa cantik datang.

A : Kak, mau beli pudding? <= (mahasiswa cantik)
B : Iya mau dong dek. Berapa?
A : Tiga ribu kak
B : Wah, murah sekali.. saya beli tiga deh

Padahal mahasiswa tidak cantik yang pertama kali menawarkan jualan,, ada di belakangnya, dan mendengar semuanya. Uhuk~~


4.  Tipe musyawarah untuk mufakat
Bila ada yang menawarkan jualan, mahasiswa tipe ini terbiasa bertanya pada teman-teman di sekelilingnya, apakah ia harus membeli jualan tersebut atau tidak. Setelah bermusyawarah, dan jika hasilnya “iya”, ia pun mengumpulkan uang dari teman-temannya untuk kemudian berpatungan membeli jualan tersebut, dan menikmatinya bersama-sama

5.  Tipe kaki seribu
Ketika melihat mahasiswa yang menjual dari kejauhan, ia akan segera mengambil langkah seribu untuk lari sejauh-jauhnya. Karena hanya ada 3 yang ditakutinya di dunia ini :

1.     Tuhan
2.    Orang Tua
3.    Mahasiswa penjual

6.  Tipe curhat
Saat ditawari jualan, bukannya beli, ia malah curhat. Contoh :

A : “Dek, beli pudding kami dong”
B : “Maaf kak, saya lagi tidak ada uang. Kemarin saya habis ke toko buku. Pas keluar dari toko, saya lihat ada motor dicuri. Pencurinya kabur. Saya kasihan sama yang punya motor, dan ternyata pas saya ke parkiran, motor saya sudah tidak ada. Dan seketika saya sadar, yang dicuri tadi adalah motor saya. Sedih ya kak? Akibatnya saya pulang jalan kaki, dan terlambat sampai di rumah. Akibatnya lagi, kucing saya di rumah melahirkan tanpa pertolongan tenaga kesehatan, dan akhirnya meregang nyawa. Saya sedih sekali, Kak. Saya juga harus bayar biaya tanah kuburannya, kain kafannya… saya sudah tidak punya uang lagi, kak…”

Amazing kan pemirsa?  -_____-

7.  Tipe buka-bukaan
Mahasiswa ‘tipe buka-bukaan’ juga tidak membeli jualan yang ditawarkan. Namun, berbeda dengan mahasiswa ‘tipe curhat’, mahasiswa ‘tipe buka-bukaan’ tidak menceritakan panjang lebar alasannya tidak memiliki uang. Melainkan ia langsung memberi bukti, yaitu dengan membuka dompetnya dan memperlihatkan isinya yang tinggal selembar uang seribuan kepada si penjual. Dompetnya memang kosong.

Padahal kamu tidak tahu, bahwa di dalam tasnya, ada seikat uang seratus ribuan…

8.  Tipe sok sibuk
Mahasiswa tipe ini, saat ditawari jualan,, ia akan punya keperluan mendadak secara tiba-tiba. Contoh :

A : Kak, mau beli pudding?
B : aduuh,, maaf dek. saya buru-buru. Saya dipanggil Pak Kajur menghadap diruangannya sekarang!!

Padahal kamu tau,, sekarang pak Ketua Jurusan sedang berada di Jakarta.

Atau contoh lainnya:

A : Kak, mau beli pudding?
B : Aduh,, sori dek. Saya buru-buru. Mama saya barusan menelpon minta diantar ke pasar sekarang!!

Padahal kamu tau, mamanya tinggal di Raha -___-

***

Nah itulah beberapa tipe mahasiswa berdasarkan reaksinya saat ditawari jualan. Ada yang mau menambahkan?? :D

Just for fun yaa. Terimakasih sudah membaca ^^

Sabtu, 15 November 2014

'Kakak yang Tidak Pernah Tersenyum'

Pernah kah kamu melihat atau mengenal seseorang yang tidak pernah tersenyum? Saya pernah. Apakah kamu tertarik untuk mengetahui sebabnya mengapa ia seperti itu?

September 2013

Hari itu, di depan ruang dekan, saya dan beberapa teman kelas duduk di sana. Menunggu dosen penasehat akademik masing-masing, untuk meminta tanda tangan di lembaran KRS.

Dan itulah kali pertama saya melihatnya. Sepuluh meter di hadapan saya. Seorang laki-laki yang usianya beberapa tahun lebih tua dari saya. Dengan kemeja hitam dan sebuah tas ransel hitam. Duduk bersama teman-temannya. Entah apa yang menarik penglihatan saya untuk terus memperhatikannya.

Ada sesuatu dalam dirinya, yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Tapi apa ya?

Setengah jam berlalu, dan saya masih konsisten dengan objek yang saya amati, mengidentifikasi perbedaan apa yang dimiliki oleh kakak ini. Silih berganti, teman-temannya datang menghampirinya. Baik itu sekedar menyapa, atau bahkan duduk bercerita disampingnya. 

Dan akhirnya, saya mengerti, apa yang mengganjal sedari tadi. Kakak ini terlihat berbeda, karena wajah nya yang senantiasa tertekuk. Tanpa senyum sama sekali.

Kakak itu kenapa ya? Sakit gigi?

Tak tahan penasaran sendirian, maka saya berbisik ke dua teman dekat saya, yang selalu duduk disamping saya. Mika dan Jian.

“Eh coba lihat kakak yang itu” ucap saya sambil menunjuk ke arah sekumpulan kakak senior laki-laki.  Mika dan Jian menyipitkan matanya, mencari-cari.

“Yang kemeja hitam? Yang tampak murung?” Jian menaggapi. Nah. Tepat!

Kami mengamati bersama. Tiba-tiba, sekumpulan kakak senior di luar tertawa heboh sekali. Barangkali ada yang jatuh, atau ada yang kesandung, atau apalah, yang jelas semua yang berada disitu tertawa keras sekali.

Namun, apa yang kami lihat? Kakak yang tidak pernah tersenyum itu sama sekali tidak bergeming. Jangankan tertawa, tersenyum saja tidak. Kakak itu kenapa ya? Apakah sedang dalam masalah berat? Atau memang benar-benar sakit gigi?


 Dan selanjutnya, dalam beberapa kesempatan, kami masih sering melihatnya dengan wajahnya yang masih tanpa senyum. Kami pun menyebutnya “kakak yang tidak pernah tersenyum”

Januari 2014

Saya berjalan terburu-buru keluar dari ruangan Ketua Jurusan Kesmas, dan tanpa sengaja saya hampir menabrak seseorang. Saya terkejut dan segera menoleh untuk meminta maaf kepada orang tersebut, dan ternyata, orang yang saya tabrak itu ialah ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’.

Jika ini sinetron murahan, maka yang terjadi ialah : saya menabraknya, buku-buku yang saya bawa  berjatuhan, lalu kami sama-sama berjongkok untuk memungutinya, lalu bertatapan. Huekks -,- Namun kenyataannya, ini bukan sinetron, Sehingga yang terjadi ialah : saya hampir menabraknya, saya meminta maaf, dan ia melirik saya sekilas dengan wajah tanpa senyumnya, kemudian berlalu begitu saja. Masya Allah -___- salah saya apa pemirsa? (T.T)

Agustus 2014

Semester berganti, dan saya telah menjadi mahasiswi tingkat dua! ^^

Dalam sebuah mata kuliah,  saya ternyata sekelas sama ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’ itu. Wah, keajaiban kah? Maka, saya, Mika dan Jian pun sibuk membayangkan kemungkinan-kemungkinan jika kami berhasil berteman dengannya. Mungkin kami akan mengetahui apa yang terjadi padanya. Apakah ia sebenarnya orang yang cerewet? Apakah mungkin ia hanya ber-ackting murung? Ataukah ia memang tidak suka tersenyum? Apakah memang ternyata ia benar-benar sakit gigi selama berbulan-bulan? -____-

Ia duduk di bangku terdepan, bersama beberapa senior laki-laki lainnya. Saat itu absen tetap untuk kelas kami belum dicetak. Yah, namanya juga awal perkuliahan. Maka dosen mengedarkan sebuah kertas untuk diisi oleh mahasiswa dengan nama, stambuk, dan tanda tangannya. Semacam absen berjalan. Dari bangku depan, sampai bangku belakang. Bukankah itu berarti kami bisa mengetahui namanya?

Ketika kertas absen itu tiba di hadapan kami, kami bertiga langsung berebutan melihatnya. Menghitung urutan tempat duduknya.

“Satu..dua..tiga..empat..lima..ENAM! Nama ke-enam!! Cepat lihat nama ke-enam!!” seru Mika tidak sabaran

“Ke enam.. ke enam.. ini!! Bayu Hendrawan!!” seru saya dan Jian bersamaan. Lalu kami tersadar. Sttttttt…jangan terlalu heboh. Nanti ada yang salah paham. Lalu kami tertawa cekikikan.

September 2014

Dalam mata kuliah kali ini, kelas kami menggunakan metode diskusi per kelompok. Kebetulan, teman-teman saya menunjuk saya sebagai presenter yang membawakan materi kelompok, di depan kelas.

Saya berdiri di depan kelas. Sambil memaparkan materi, mata saya menyapu seluruh sudut kelas, dan saya mendapatinya! ‘Kakak yang tidak pernah tersenyum’. Duduk di bangku belakang, mendengarkan pemaparan materi saya dengan wajah yang datar. Tanpa senyum. Seperti biasa.

Saat sesi Tanya jawab dibuka,, teman-teman sekelas berlomba-lomba mengacungkan tangan untuk bertanya. Tanpa sadar, saya bahkan berharap kakak itu termasuk salah satu dari mereka yang mengacungkan tangan.

Namun pada kenyataannya, sampai diskusi berakhir, kakak itu tidak bergeming sama sekali. Disini, ada dua kemungkinan.

Pertama, materi yang saya bawakan sama sekali tidak menarik baginya, sehingga ia sama sekali tidak berniat mengomentarinya.

Kedua, pemaparan saya sudah sangat sempurna baginya sehingga ia merasa tidak ada yang perlu di komentari lagi.

(Pemirsa, mari kita anggap bahwa kemungkinan kedua lah yang benar, untuk menyenangkan hati saya. Terimakasih -___-)


Oktober 2014

Saya melihat kakak yang tidak pernah tersenyum menaiki tangga kampus FKM. Saya segera mencegatnya.

“Maaf kak. Kakak memprogram mata kuliah X di kelas saya kan kak?” Tanya saya. Hari itu, saya ditugaskan oleh dosen untuk mengumpulkan tugas teman-teman sekelas dalam bentuk file.

Kakak itu mengangguk mendengar pertanyaan saya. Ya, hanya mengangguk.

“Ibu menyuruh saya untuk mengumpulkan file tugas makalah kemarin kak. Kakak bawa filenya?” lanjut saya

“Iya” jawabnya singkat, nyaris tak terdengar. Maka saya segera mencari laptop untuk menyalin file tugas tersebut. File berpindah, saya mengembalikan flashdisknya, lalu ia pun pergi.

          Itulah percakapan pertama saya dengannya. Walaupun jawabannya hanya satu kata, adegan ini masih bisa disebut percakapan bukan? :D

***
Dipenghujung bulan ini, bapak dosen membagi kelompok untuk mengerjakan tugas. Dan entah mengapa, saya kebetulan sekelompok dengan kakak itu. Awalnya, Mika dan Jian menertawakan kebetulan itu. 

Saya hanya bisa berdalih : “siapa tahu dengan berkelompok dengannya, saya jadi bisa berteman dengannya?”

Saat kuliah selesai, dan saat kami keluar kelas, kami berpapasan dengannya. Tiba-tiba terbesit di pikiran saya untuk memulai komunikasi dengannya.

“Kak Bayu..” panggil saya

Namun apa yang terjadi? Ia tetap berjalan lurus tanpa memedulikan sapaan yang saya berikan dengan tulus dan cukup mengorbankan harga diri. Seketika Mika dan Jian tertawa puas sekali, dan saya jadi keki sendiri. Pernah kah kamu merasakan hal semacam itu? Rasanya ingin panjat tiang bendera di halaman rektorat, lalu berkibar di atasnya (T.T)

Tapi, tunggu dulu. Mungkin kakak itu tidak mendengar sapaan saya tadi. Atau mungkin sedang banyak pikiran. Atau sedang kebelet. Atau sedang buru-buru karena kucingnya di rumah akan segera melahirkan. Atau alasan lain,, saya mencoba untuk berpositif thinking J
***

Beberapa hari kemudian, saya mencoba mengirim pesan singkat padanya (SMS), untuk membahas tugas kelompok.

Assalamualaikum. Kak Bayu?”

Satu jam, dua jam, tiga jam. Tidak dibalas. Mungkin ia tidak suka basa-basi. Saya mengirim SMS lagi.

Kak, sy sekelompok sm kakak untuk tugas X. Lalu bagaimana kak?”

Tidak dibalas juga. Lalu saya mengerjakan tugas tersebut tanpa campur tangan kakak itu. Mungkin ia sibuk…
***

          Keesokan harinya, di depan kelas, saya melihatnya sedang duduk membelakangi saya, bersama Kak Aldi, salah seorang senior yang juga merupakan teman kak Bayu itu.

          Saya memperhatikan kakak itu dari belakang, dan Kak Aldi melihat saya dan bertanya ada apa dengan saya?

Saya menunjuk-nunjuk Kak Bayu, berniat menceritakan apa yang saya alami pada Kak Aldi. Namun entah karena sengaja atau memang tidak paham maksud saya,, ia malah memanggil Kak Bayu, hingga kakak itu menoleh pada saya.

          Jleb. Saya tertangkap basah. Sambil mendongkol dalam hati karena tindakan kak Aldi barusan, saya pun bertanya pada ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’ itu.

“Kenapa kakak tidak balas SMS saya kemarin?” Tanya saya takut-takut

“Oh, lagi tidak ada pulsa” jawabnya singkat. Sudah. Begitu saja~

Dan itulah percakapan kedua saya dengannya.

November 2014

Hari ini saya duduk di kelas, sambil menatap layar ponsel saya. Sebuah pesan singkat dari ‘kakak yang tidak pernah tersenyum’.

Isinya singkat saja. Menanyakan jadwal kuliah. Saya terdiam beberapa saat.

Apa yang saya pikirkan?

Pertama, kakak itu menyimpan nomor HP saya. Ini merupakan sebuah apresiasi bagi saya. Asik :D

Kedua, ia percaya pada saya. Buktinya, ia menanyakan jadwal kuliah. Padahal bisa saja saya mengatakan bahwa kuliahnya di pindahkan jam 7 pagi, di gedung rektorat sambil upacara, kan? -__-
***

Dan kisah ini masih akan terus berlanjut, selama saya masih belajar di FKM UHO, dan selama kakak itu tidak memutuskan untuk berintegrasi ke fakultas lain.

Inti dari kisah ini ialah : Seperti halnya makalah, setiap masalah pun punya latar belakang. Kakak itu pasti punya alasan mengapa ia tidak pernah tersenyum. Dan kita tidak bisa menilai seseorang hanya dengan mengandalkan penglihatan kita. Untuk sampai pada suatu kesimpulan pun harus dengan observasi atau pengamatan yang dilakukan secara terus menerus. Itu pun tidak bisa menjamin bahwa kesimpulan kita itu seratus persen benar.

Kakak itu memang tidak pernah tersenyum, namun bukan berarti ia tidak bahagia. Tidak selamanya orang yang tidak tersenyum itu karena ia tidak bahagia Begitu pula dengan orang yang senantiasa tersenyum ceria. Tidak selamanya ia tersenyum karena ia bahagia. Bisa saja ia memendam seluruh kesedihannya, dan menyembunyikannya di balik senyum nya. Iya kan? J

Semoga kita dapat mengambil sedikit pelajaran dari kisah ini. Terima kasih sudah membaca J